Blognya Anak ManaGemenT

Perfume - The Story Of A Murderer (sebuah resensi)

Posted by Naziri Andanta (Mekhanai Kesih) On Minggu, 17 Oktober 2010 0 komentar


Judul buku : Perfume – The Story Of A Murderer
Judul asli : Das Parfum: Die Geschichte Eines Murders
Penulis : Patrick Suskind
Genre : Fiction - suspense
Tebal : 423 halaman
Cetakan : Keenam, Agustus 2006
Penerbit : Dastan Books

Resensi oleh : Lia Octavia


Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Tuhan yang hidup karena cinta, oleh cinta, dan untuk cinta. Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai merupakan kebutuhan dasar yang seringkali diabaikan oleh manusia itu sendiri karena perbedaan persepsi dan definisi mengenai cinta. Terlepas dari persoalan apakah itu cinta, kebutuhan yang satu ini ternyata mampu mengubah sejarah kehidupan seseorang, masyarakat, bangsa, bahkan dunia, serta mengubah cara pandang seseorang terhadap yang lain. Cinta yang membuat dunia terus berputar selama jantung masih berdetak dan nafas masih berhembus. Dunia yang terus berputar selama Sang Pencipta Dunia menghendakinya.

Kebutuhan akan cinta dimulai ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia. Yaitu cinta seorang ibu kepada anaknya. Cinta inilah yang tidak didapat oleh Jean-Babtiste Grenouille, seorang bayi laki-laki yang dilahirkan di tempat terakhir yang pernah dibayangkan oleh manusia, tempat terbusuk seantero kerajaan Perancis pada abad kedelapan belas. Kelahiran Grenouille di sebuah kedai ikan yang menebarkan aroma gabungan antara melon busuk dan bekas bakaran kotoran binatang serta amis yang sengatannya mampu menutupi aroma mayat, di musim panas itu, merupakan kelahiran yang kelima kalinya bagi ibunda Grenouille dan tidak diketahui siapa ayahnya. Kelahiran Grenouille di bawah meja jagal ikan yang bercampur dengan darah dan kotoran ikan. Kelahiran Grenouille di balik kerumunan lalat, kotoran, dan kepala ikan. Kelahiran Grenouille yang tidak dikehendaki. Kelahiran Grenouille yang tanpa cinta.

Menjadi yatim piatu sejak bayi, ibunda Grenouille dihukum penggal karena sebelumnya membunuh empat bayi-bayinya, Grenouille kecil menjalani hidup dari satu ibu susu ke ibu susu lainnya. Dari rumah yatim piatu hingga biara. Keanehan yang ada pada dirinya, yaitu Grenouille yang tidak memiliki bau seperti halnya manusia lain, membuat Grenouille terbuang dan mengalami siksaan demi siksaan di dalam tempat tinggalnya. Seperti di rumah Madame Gillard, seorang wanita paruh baya yang mengambil anak-anak tanpa nama asal ada yang bersedia membayar; wanita yang tega menyiksanya sampai mati untuk kesalahan kecil sekali pun.

Grenouille kecil belajar untuk patuh, hari demi hari memendam seluruh energi pemberontakan dan pertentangan, mengubahnya menjadi keinginan tunggal untuk bertahan hidup ala kutu di pohon. Mematuhi dan mengerjakan semua perintah tanpa bertanya, membiarkan dirinya dikunci di lemari, bekerja hingga enam belas jam sehari. Begitulah Grenouille menjalani hari-harinya. Tanpa rasa. Tanpa cinta.

Mimpi Grenouille yang sangat didambakannya adalah tetap hidup dan menggenggam secuil kebebasan yang lebih dari cukup untuk bernafas, tanpa tahu alasan mengapa manusia-manusia yang ada di sekitarnya selalu berusaha menyingkirkannya, membuangnya, hanya karena ia berbeda. Grenouille yang tidak sama dengan manusia-manusia lain. Grenouille yang tidak berbau. Grenouille yang ditolak bumi.

Hingga kemudian Grenouille menemukan kenyataan bahwa ia memiliki daya penciuman yang luar biasa. Sebuah anugerah yang dititipkan Sang Pencipta padanya. Hidung Grenouille mampu mengurai berbagai macam bau, mulai dari benda-benda terkecil hingga benda-benda yang letaknya berada dalam radius beberapa kilometer dari tempatnya berada. Hidung inilah yang kemudian membawanya bekerja di rumah Baldini, seorang pengusaha parfum ternama di Paris. Di sana, di tengah berbagai siksaan yang terus menerpa, Grenouille belajar meramu dan membuat berbagai macam parfum dengan aroma yang berbeda-beda. Dan karena kebenciannya pada manusia yang tidak pernah mencintainya membuat Grenouille terobsesi menciptakan parfum terbaik yang pernah ada, yaitu aroma seorang perawan.


******

Patrick Suskind lahir pada tahun 1949. Belajar sejarah di Munich dna menjadi penulis di dunia pertelevisian. Novelnya yang berjudul Die Taube (Burung Merpati) kemudian diadaptasi menjadi naskah panggung dan dipentaskan pertama kali di gedung Teater BAC London pada Mei 1993. Naskah panggung lainnya yang berjudul Der Kontrabas (Bas Ganda) dipentaskan di Munich pertama kalitahun 1981 dan sejak itu menjadi salah satu karya yang paling sering dipentaskan di Jerman, Swiss, dan Austria. Novel Suskind lain yang berjudul Die Geschichte Von Herr Sommer (Kisah Tuan Sommer) (1992) dan Drei Geschichten (Tiga Kisah) (1996). Novel Das Parfum ini adalah novel pertamanya yang terjual lebih dari 15 juta kopi.

Suskind menuturkan kisah ini dengan baik dan amat tidak biasa dengan menuturkan latar belakang psikologi seorang manusia yang tidak pernah mengenal cinta, manusia yang terbuang dan terpinggirkan dari masyarakatnya, dan justru manusia seperti itulah yang diberi anugerah lebih oleh Penciptanya. Anugerah yang bisa menjadi rebutan oleh manusia-manusia lain yang haus oleh ketenaran, popularitas, dan nafsu. Manusia-manusia lain yang berjalan di dalam kegelapan jiwa mereka karena kebodohan dan ketidaktahuan mereka sendiri.

Suskind memaparkan tragedi demi tragedi kemanusiaan di atas panggung bernama kehidupan, dengan pembaca sebagai penontonnya. Dan dengan riset yang sangat baik mengenai aroma dan cara pengolahan parfum, buku ini menjadi cermin latar belakang psikologis mengapa seseorang dapat bertindak seperti Tuhan; mengakhiri kehidupan orang lain. Seseorang yang tidak dicintai hanya karena ia berbeda. Semua, karena satu kata yang mampu mengubah segalanya. Semua, karena cinta.

0 komentar:

Posting Komentar

Mohom Komentar nya yA temAn.....

Karena sayA jugA masih Tahap Belajar....

Thanks 4 ALL