Blognya Anak ManaGemenT

Biografi Seorang Pembunuh

Posted by Naziri Andanta (Mekhanai Kesih) On Minggu, 17 Oktober 2010 0 komentar

Kematian begitu akrab bagi Jean-Baptiste Grenouille. Udara pertama yang ia hirup di dunia adalah sabetan pisau jagal yang diayunkan ibunya, di pelabuhan Paris di antara tumpukan bau bacin ikan. Seharusnya ia bayi kelima yang dibunuh ibunya sendiri dari benih nelayan entah yang mana.

Tapi Grenouille hidup. Orang-orang keburu memergoki aksi gila itu. Ibunya kemudian dipancung. Grenouille hidup dari satu ibu susu ke ibu susu lainnya sebagaimana ketentuan waktu itu bahwa anak yatim-piatu dipelihara oleh gereja dengan membayar perempuan yang mau memberikan susunya.

Saat remaja ia melanglang Paris tanpa tujuan hingga menemukan bau aneh yang menggairahkan di sebuah dusun: aroma tubuh perawan. Dari jauh ia sudah mencium bau gadis pengupas buah plum itu. Di tempat sepi, ia sergap gadis itu dan ia ciumi seluruh permukaan kulitnya untuk menyerap aromanya. Sejak itu ia terobsesi membuat dan memiliki bau perawan.

Inilah novel biografi seorang pembunuh dari abad 18. pembunuh yang terobsesi dan hidupnya dituntun-oleh penciuman yang tajam. Menurut Patrick Süskind, penulisnya, Grenouille adalah orang Prancis yang terlupakan, tak seperti Sade, Fouch, Saint-Just atau Bonaparte yang terkenal karena kesadisannya.

Grenouille menempuh gelap dengan mengenali bau benda-benda. Setiap bau benda tersimpan dalam ingatannya, teridentifikasi, didefinisikan dan diberi nama-nama dalam kepalanya, meski ternyata bahasa tak cukup menyediakan nama. Süskind menyuguhkan sederet kisah Grenouille yang memualkan hingga akhir usianya.

Diterbitkan pertama kali tahun 1985 dalam bahasa Jerman dengan judul Das Parfume, novel ini menjadi salah satu karya penulis Eropa yang menarik perhatian penerbit Amerika setelah II nome della rosa karya ahli semiotika Italia, Umberto Eco, pada 1981. Perfume diindonesiakan dengan lumayan bagus meski masih memakai judul bahasa Inggris, padahal diterjemahkan langsung dari bahasa aslinya.

Seperti judulnya, novel ini menyuguhkan terlalu banyak risalah aroma. Dengan ketajaman penciuman, Grenouille hidup dan bekerja pada dua ahli parfum di Paris. Lewat dia kita disuguhi beragam campuran benda-benda padat dan hidup: batu, kapur, tanah, darah, kayu, rambut, ikan, tikus, anak anjing, belatung, dan seterusnya.

Untuk membuat aroma tubuh normal manusia, misalnya, Grenouille meracik tai kucing dengan cuka apel dan garam halus. Campuran ini diramu dengan telur busuk, misalnya kastroli, ammonia, pala plus kulit babi yang gosong lalu diaduk dalam alkohol. Bau busuk ini jadi hilang setelah diolesi lavender, limau, terpentin dan eukaliptus. Hasil adonan itu adalah bau manusia, bau kita.

Orang bopeng mirip katak ini telah membuat 600 jenis ramuan parfum. Dua majikannya menangguk untung dari kerja anak yang tak suka bicara ini.

Selagi bekerja kepala Grenouille terus dihantui masa lalunya. Sabetan pisau dari tangan ibunya, ibu susu-ibu susu yang mencampakkannya, pastur yang ketakutan karena bayi yang ditimangnya tak menyemburkan bau apapun, dan gadis dusun itu dengan bau menggairahkan yang telah dibunuhnya. Bau perawan ini yang kerap menyiksa Grenouille. Ia tak bisa menghindar dari kenangan bau itu. setiap kali bau perawan menyergapnya, Grenouille menggigil, sakit. Ia tak ingin tubuh perawan karena ia tak punya syahwat. Ia hanya ingin memiliki, menyatu, menikmati aromanya.

Maka 24 perawan ia bunuh. Bau tubuh mereka diserap ke kain linen yang dilapisi lemak untuk diracik menjadi parfum. Kota pun gempar. Warga dan polisi tak bisa melacak manusia cebol yang tak meninggalkan jejak di tubuh setiap mayat.

Satu perawan lagi harus dibunuh agar Grenouille punya bau perawan yang sempurna. Bau itu berasal dari gadis dibalik tembok seorang bangsawan yang membuatnya teler oleh gairah. Laure, Chris, anak bangsawan itu, adalah gadis paling cantik di Paris yang bau tubuhnya menyemburkan gairah ranjang bagi laki-laki maupun perempuan.

Tapi plot yang seharusnya menegangkan ini tersaji dengan amat datar. Keterkaitan sebab-akibat setiap peristiwa hadir lewat beragam kebetulan. Süskind hanya menulis satu bab tentang pembunuhan 24 perawan itu. sedangkan pembunuhan Laure, yang ditunggu-tunggu karena dibangun pelan-pelan sebagai aksi terakhir Grenouille, diselesaikan dalam satu paragraf dengan mudah dan selesai begitu saja.

Tak seperti Eco. II nome della rosa menghentak karena plotnya yang kompleks penuh teka-teki. Dari labirin-labirin perpustakaan besar gereja di pinggiran Italia tempat terbunuhnya para calon rahib itu menyeruak sejarah pertikaian Paus dengan ordo-ordo Katolik abad 13. juga gema sebuah pertanyaan filosofis: pernahkah Tuhan tertawa?

Pada Süskind, kompleksitas alam pikiran Grenouille itu menguap tak tergarap. Ketika Grenouille masuk gereja dan menemukan bahwa Tuhan ternyata bau tengik tak diramu dengan jenial. Rumusan itu berakhir sekeluarnya Grenouille dari gereja. Süskind lebih tertarik menyuguhkan cara meracik parfum dengan segala pernak-pernik reaksi kimianya.

Pada akhirnya Grenouille mati setelah lolos dari hukum pancung pengadilan karena terbukti menyimpan rambut dan celana dalam Laure. Ia lolos setelah memercikkan aroma Laure ke jubahnya. Algojo dan 10 ribu rakyat Paris yang ingin tahu monster pembunuh itu limbung oleh gairah hingga pesta seks terbesar dan terliar terjadi di lapangan eksekusi.

Grenouille mati oleh sekelompok orang yang jadi lapar mencium aroma daging renyah yang sengaja ia percikan ke bajunya. Mereka memakan tubuh Grenouille hingga tandas. Grenouille memilih mati seperti itu karena telah puas mengabadikan aneka bau di seluruh dunia, dalam ingatannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Mohom Komentar nya yA temAn.....

Karena sayA jugA masih Tahap Belajar....

Thanks 4 ALL