Blognya Anak ManaGemenT

MODEL PERKEBUNAN TEH UNTUK MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Posted by Naziri Andanta (Mekhanai Kesih) On Minggu, 25 Juli 2010 0 komentar

Pembangunan perkebunan ditujukan untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu basil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan di semua wilayah.
Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu (1) Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional, (2) Memperluas lapangan kerja, (3) Memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam.
Pembangunan subsektor perkebunan komoditas teh mengalami perkembangan yang semakin pesat dan besar dan diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan produksi, kebutuhan ekspor yang berdampak pads peningkatan pendapatan petani, ekonomi lokal, pembangunan perdesaan, dan timbulnya multiplier effect secara sektoral maupun spasial baik nasional, regional maupun lokal. Dengan demikian, maka pengembangan komoditas teh ke arah agroindustri seharusnya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan sektor dan wilayah, khususnya pembangunan ekonomi lokal.
Secara historis dan realitasnya menunjukkan bahwa di wilayah perkebunan teh cenderung teijadinya ketimpangan kemajuan pembangunan, baik antara perkebunan rakyat, swasta, dan perkebunan negara maupun keragaan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Ada indikasi yang menunjukkan bahwa wilayah sentra produksi perkebunan mengalami keterlambatan dalam pembangunannya dan fenomena terjadinya leakages wilayah, dengan demikian kemajuan usaha perkebunan teh belum diikuti dengan perkembangan pembangunan lokalnya.
Model perkebunan teh yang ada (existing) di Kabupaten Bandung menunjukkan perkebunan swasta dan negara (PTPN) melakukan usaha secara terintegrasi, sedangkan perkebunan rakyat secara individu dan kelompok usaha bersama yang relatif gurem dan tertinggal.
Pada dasarnya pembangunan ekonomi lokal merupakan pendekatan pembangunan yang berupaya mendorong tumbuh dan berkembangnya wirausahaan lokal, partisipasi masyarakat lokal, peran serta secara aktif pihak swasta, masyarakat dan pemerintah daerah dalam menentukan keputusan pembangunan lokalnya. Hal ini dapat tercapai dengan dukungan kelembagaan pembangunan di wilayah itu, yang meliputi industri, universitas, pemerintah daerah, pengusaha lokal, dan asosiasi usaha.
Berdasarkan realitas yang ada dan fenomena tersebut, maka dilakukan studi mengenai model pengembangan perkebunan teh bagi pembangunan lokal yang bertujuan untuk mengidentifikasi model perkebunan teh yang bagaimana yang dapat mengoptimalkan pengembangan wilayahnya dan mampu mendorong pembangunan ekonomi lokal. Studi ini mencoba melakukan perbandingan model perkebunan teh yang ada (existing) dengan model simulasi (plantation dan contract fanning) pada subwilayah dan wilayah di Kabupaten Bandung.
Perbandingan model plantation dan contract farming dengan model existing ditujukan untuk memperoleh gambaran dampak dan tingkat keefektifan untuk mendorong pembangunan ekonomi lokal. Beberapa variabel yang diukur adalah tingkat profitabilitas, kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan bagi wilayah, dan produksi. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang ada dari ketiga pelaku perkebunan teh di Kabupaten Bandung.
Hasil studi menunjukkan bahwa model plantation sangat efektif mendorong pembangunan ekonomi lokal manakala perkebunan perkebunan swasta, PTPN, dan perkebunan rakyat dalam bentuk usaha perkebunan yang kooperatif melakukan sistem pengusahaan plantation yang didasarkan atas prinsip pengusahaan perkebunan yang terintegrasi dalam manajemen, produksi, pengolahan, pemasaran, serta memperhatikan prinsip skala usaha, efisiensi, dan optimalisasi basil usahanya.
Model plantation mampu mengoptimalkan pengembangan wilayah dan mendorong ekonomi lokal pada tingkat subwilayah dan wilayah di Kabupaten Bandung. Hal ini memiliki implikasi bahwa koperasi pada perkebunan rakyat yang dibentuk bukan hanya pembentukan koperasi sebagai lembaga kumpulan usaha perkebunan rakyat, namun merupakan sistem pengusahaan perkebunan yang berbentuk plantation, dimana faktor skala usaha, rasionalitas dan efisiensi usaha menjadi pertimbangan dan ukuran kegiatan usahanya , di samping fungsinya sebagai kelembagaan yang meningkatkan kemampuan petani perkebunan teh rakyat sebagai anggotanya.
Model perkebunan contract farming kurang efektif dibandingkan dengan model plantation, tetapi cukup efektif dibandingkan dengan model existing untuk memperbaiki keadaan pembangunan ekonomi lokal. Berdasarkan basil studi juga menunjukkan bahwa model contract farming yang efektif untuk di setiap subwilayah adalah :(1) Model Marketing Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan PTPN di Subwilayah Cikalong Wetan, (2) Model Integrated Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan swasta di Subwilayah Ciwidey, (3) Model Marketing Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan PTPN di Subwilayah Kertasari, (4) Model Integrated Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan swasat dan PTPN, dan (5) Model Integrated Contract antara perkebunan rakyat dengan swasta dan PTPN di Subwilayah Padalarang.
Penelitian ini merekomendasikan perlunya pemberdayaan masyarakat dan institusi lokal melalui koperasi dengan pemahaman dan kerangka kerja usaha yang berlandaskan pads efisiensi, rasionalitas, dan dalam skala usaha basal- di kawasan perkebunan rakyat. Hal ini penting mengingat model koperasi yang demikian memiliki keunggulan komparatif dalam menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan ekonomi masyarakat, peningkatan pendapatan daerah, dan akan mendorong pembangunan ekonomi lokal.
Untuk itu, langkah pendidikan, penyuluhan mengenai Cooperative membership education kepada berbagai lapisan masyarakat dan aktor pengembangan perkebunan tab, dan inkubasi kewirausahaan dapat dijadikan langkah awal membangun model koperasi yang mandiri dalam usaha perkebunan teh. Keadaan ini akan mendukung berkembangnya agroindustri teh yang kuat sehingga mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi lokal secara mandiri.
Deskripsi Alternatif :
Pembangunan perkebunan ditujukan untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu basil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan di semua wilayah.
Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu (1) Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional, (2) Memperluas lapangan kerja, (3) Memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam.
Pembangunan subsektor perkebunan komoditas teh mengalami perkembangan yang semakin pesat dan besar dan diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan produksi, kebutuhan ekspor yang berdampak pads peningkatan pendapatan petani, ekonomi lokal, pembangunan perdesaan, dan timbulnya multiplier effect secara sektoral maupun spasial baik nasional, regional maupun lokal.
Dengan demikian, maka pengembangan komoditas teh ke arah agroindustri seharusnya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan sektor dan wilayah, khususnya pembangunan ekonomi lokal. Secara historis dan realitasnya menunjukkan bahwa di wilayah perkebunan teh cenderung teijadinya ketimpangan kemajuan pembangunan, baik antara perkebunan rakyat, swasta, dan perkebunan negara maupun keragaan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Ada indikasi yang menunjukkan bahwa wilayah sentra produksi perkebunan mengalami keterlambatan dalam pembangunannya dan fenomena terjadinya leakages wilayah, dengan demikian kemajuan usaha perkebunan teh belum diikuti dengan perkembangan pembangunan lokalnya. Model perkebunan teh yang ada (existing) di Kabupaten Bandung menunjukkan perkebunan swasta dan negara (PTPN) melakukan usaha secara terintegrasi, sedangkan perkebunan rakyat secara individu dan kelompok usaha bersama yang relatif gurem dan tertinggal.
Pada dasarnya pembangunan ekonomi lokal merupakan pendekatan pembangunan yang berupaya mendorong tumbuh dan berkembangnya wirausahaan lokal, partisipasi masyarakat lokal, peran serta secara aktif pihak swasta, masyarakat dan pemerintah daerah dalam menentukan keputusan pembangunan lokalnya.
Hal ini dapat tercapai dengan dukungan kelembagaan pembangunan di wilayah itu, yang meliputi industri, universitas, pemerintah daerah, pengusaha lokal, dan asosiasi usaha. Berdasarkan realitas yang ada dan fenomena tersebut, maka dilakukan studi mengenai model pengembangan perkebunan teh bagi pembangunan lokal yang bertujuan untuk mengidentifikasi model perkebunan teh yang bagaimana yang dapat mengoptimalkan pengembangan wilayahnya dan mampu mendorong pembangunan ekonomi lokal.
Studi ini mencoba melakukan perbandingan model perkebunan teh yang ada (existing) dengan model simulasi (plantation dan contract fanning) pada subwilayah dan wilayah di Kabupaten Bandung. Perbandingan model plantation dan contract farming dengan model existing ditujukan untuk memperoleh gambaran dampak dan tingkat keefektifan untuk mendorong pembangunan ekonomi lokal. Beberapa variabel yang diukur adalah tingkat profitabilitas, kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan bagi wilayah, dan produksi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang ada dari ketiga pelaku perkebunan teh di Kabupaten Bandung. Hasil studi menunjukkan bahwa model plantation sangat efektif mendorong pembangunan ekonomi lokal manakala perkebunan perkebunan swasta, PTPN, dan perkebunan rakyat dalam bentuk usaha perkebunan yang kooperatif melakukan sistem pengusahaan plantation yang didasarkan atas prinsip pengusahaan perkebunan yang terintegrasi dalam manajemen, produksi, pengolahan, pemasaran, serta memperhatikan prinsip skala usaha, efisiensi, dan optimalisasi basil usahanya.
Model plantation mampu mengoptimalkan pengembangan wilayah dan mendorong ekonomi lokal pada tingkat subwilayah dan wilayah di Kabupaten Bandung. Hal ini memiliki implikasi bahwa koperasi pada perkebunan rakyat yang dibentuk bukan hanya pembentukan koperasi sebagai lembaga kumpulan usaha perkebunan rakyat, namun merupakan sistem pengusahaan perkebunan yang berbentuk plantation, dimana faktor skala usaha, rasionalitas dan efisiensi usaha menjadi pertimbangan dan ukuran kegiatan usahanya , di samping fungsinya sebagai kelembagaan yang meningkatkan kemampuan petani perkebunan teh rakyat sebagai anggotanya.
Model perkebunan contract farming kurang efektif dibandingkan dengan model plantation, tetapi cukup efektif dibandingkan dengan model existing untuk memperbaiki keadaan pembangunan ekonomi lokal. Berdasarkan basil studi juga menunjukkan bahwa model contract farming yang efektif untuk di setiap subwilayah adalah : (1) Model Marketing Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan PTPN di Subwilayah Cikalong Wetan, (2) Model Integrated Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan swasta di Subwilayah Ciwidey, (3) Model Marketing Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan PTPN di Subwilayah Kertasari, (4) Model Integrated Contract Farming antara perkebunan rakyat dengan swasat dan PTPN, dan (5) Model Integrated Contract antara perkebunan rakyat dengan swasta dan PTPN di Subwilayah Padalarang.
Penelitian ini merekomendasikan perlunya pemberdayaan masyarakat dan institusi lokal melalui koperasi dengan pemahaman dan kerangka kerja usaha yang berlandaskan pads efisiensi, rasionalitas, dan dalam skala usaha basal di kawasan perkebunan rakyat.
Hal ini penting mengingat model koperasi yang demikian memiliki keunggulan komparatif dalam menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan ekonomi masyarakat, peningkatan pendapatan daerah, dan akan mendorong pembangunan ekonomi lokal. Untuk itu, langkah pendidikan, penyuluhan mengenai Cooperative membership education kepada berbagai lapisan masyarakat dan aktor pengembangan perkebunan tab, dan inkubasi kewirausahaan dapat dijadikan langkah awal membangun model koperasi yang mandiri dalam usaha perkebunan teh.
Keadaan ini akan mendukung berkembangnya agroindustri teh yang kuat sehingga mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi lokal secara mandiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Mohom Komentar nya yA temAn.....

Karena sayA jugA masih Tahap Belajar....

Thanks 4 ALL